Industri pariwisata Jepang kembali menghadapi angin kencang. Bukan karena pandemi, bukan pula karena bencana alam, tetapi karena perkembangan geopolitik yang memanas. Pemerintah China baru saja mengimbau warganya untuk menunda kunjungan ke Jepang, dan sinyal ini cukup kuat untuk membuat seluruh sektor turisme di Negeri Sakura bersiap menghadapi kemungkinan terburuk.
Bagi para pelaku industri pariwisata—mulai dari operator tur, hotel, restoran, maskapai, hingga investor di sektor ritel—langkah ini bisa menjadi faktor penentu arah bisnis beberapa bulan ke depan. Kenapa imbauan ini dikeluarkan, dan seperti apa dampak nyata yang sudah terasa?
Ketegangan Politik yang Menyulut Imbauan Perjalanan
Imbauan tersebut muncul setelah pernyataan Perdana Menteri Jepang, Sanae Takaichi, yang menegaskan bahwa Jepang dapat mengambil langkah tertentu apabila terjadi konflik bersenjata terkait Taiwan. Beijing menilai pernyataan itu provokatif dan berpotensi mengancam keamanan warga negara mereka yang tinggal ataupun berwisata di Jepang.
Tidak menunggu lama, China merespons dengan menerbitkan imbauan agar warganya meningkatkan kewaspadaan, membatalkan rencana liburan, atau setidaknya menunda perjalanan ke Jepang. Meskipun ini bukan larangan resmi, pengalaman selama ini menunjukkan bahwa imbauan dari pemerintah China sangat berdampak pada perilaku wisatawan mereka.
Maskapai-maskapai besar seperti China Southern dan China Eastern langsung merespons dengan memberikan opsi refund penuh bagi pelanggan yang ingin membatalkan perjalanan ke Jepang. Ini menjadi sinyal bahwa industri penerbangan pun sudah bersiap menghadapi penurunan okupansi.
Pasar Wisatawan China: “Nadi” Ekonomi Pariwisata Jepang
Untuk memahami besarnya dampak imbauan ini, kita perlu melihat data kontribusi wisatawan China. Sebelum pandemi, wisatawan asal China menyumbang lebih dari 25% total belanja wisatawan asing di Jepang. Mereka adalah “big spenders”, terutama dalam kategori belanja ritel, kuliner, dan akomodasi.
Pada 2024 hingga 2025, tren pemulihan sudah terlihat. Kunjungan wisatawan China perlahan kembali mendominasi. Banyak hotel mulai memulihkan tarif normal, restoran kembali ramai, dan pusat perbelanjaan seperti Shibuya, Shinjuku, hingga Dotonbori kembali dipadati turis asal Negeri Tirai Bambu.
Dengan kondisi seperti itu, imbauan China bisa menjadi pukulan besar. Beberapa analis bahkan memperkirakan bahwa jika imbauan berlangsung panjang, Jepang dapat kehilangan hingga triliunan yen dari potensi belanja wisatawan China. Angka ini bukan sekadar hitungan kasar—sektor ritel, maskapai, dan hotel adalah yang paling cepat merasakan dampaknya.
Dampak Instan: Pasar Saham Bergejolak
Reaksi pasar pun menunjukkan kepanikan investor. Hari ketika imbauan itu diumumkan, beberapa saham perusahaan pariwisata dan ritel mengalami penurunan signifikan. Operator taman hiburan besar seperti Oriental Land (pengelola Tokyo Disneyland) langsung turun beberapa persen. Maskapai seperti Japan Airlines dan All Nippon Airways ikut tertekan.
Toko-toko ritel besar yang sangat bergantung pada wisatawan China—mulai dari department store hingga brand fashion skala internasional—ikut merosot. Reaksi cepat ini menunjukkan bahwa pelaku pasar memahami betul betapa besar ketergantungan Jepang terhadap wisatawan China.
Dan lagi, pasar tidak hanya melihat imbauan sebagai isu keamanan, tetapi juga sebagai sinyal ketegangan diplomatik yang dapat memperlambat pemulihan ekonomi Jepang dalam sektor konsumtif.
Pemerintah Jepang Berusaha Meredakan Situasi
Pemerintah Jepang tidak tinggal diam. Mereka melayangkan protes diplomatik dan meminta China untuk bertindak secara proporsional. Jepang menegaskan bahwa negara mereka tetap aman bagi wisatawan mana pun, termasuk warga China.
Selain itu, beberapa pejabat tingkat tinggi Jepang dijadwalkan bertemu dengan mitra mereka dari China untuk meredam eskalasi. Namun, selama dialog belum menunjukkan hasil yang solid, industri pariwisata tetap berada dalam ketidakpastian.
Dampak Langsung pada Bisnis: Apa yang Harus Dilakukan Pelaku Industri?
Untuk audiens dengan minat spesifik di sektor pariwisata dan ekonomi, ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan:
1. Diversifikasi Pasar Wisata
Ketergantungan pada satu pasar besar—sebesar apa pun nilainya—selalu berisiko. Kini saat yang tepat untuk memperluas fokus:
- Asia Tenggara
- Korea Selatan
- Wisatawan domestik Jepang
- Wisatawan Eropa
2. Tingkatkan Komunikasi Keamanan
Pelaku bisnis perlu menunjukkan bahwa Jepang tetap aman. Informasi tentang keamanan destinasi, staf multibahasa, dan layanan bantuan wisatawan akan menjadi nilai tambah.
3. Sesuaikan Penawaran
Paket wisata yang sebelumnya sangat mengandalkan turis China perlu dialihkan. Promosi musiman, diskon hotel, dan event lokal bisa menjadi strategi menarik pasar baru.
4. Pantau Perkembangan Diplomatik
Karena isu geopolitik sangat dinamis, pelaku industri perlu memperbarui strategi setiap kali ada perkembangan terbaru.
Kesimpulan
Imbauan China untuk tidak bepergian ke Jepang bisa menjadi salah satu tantangan terberat bagi sektor pariwisata Jepang tahun ini. Dampaknya sudah terasa di pasar saham, dunia perhotelan, hingga maskapai. Meskipun masih berupa imbauan, efeknya nyata dan signifikan.
Namun, situasi seperti ini juga membuka peluang bagi pelaku industri untuk memperkuat strategi, memperluas pasar, dan meningkatkan kualitas layanan. Dengan pendekatan adaptif dan komunikasi yang tepat, sektor pariwisata masih memiliki peluang besar untuk tetap tumbuh meskipun badai geopolitik belum mereda.

